Indonesia sepertinya jadi surga penipuan berkedok investasi. Seperti tidak pernah habisnya, kasus penipuan berkedok investasi muncul selisih berganti.
Satu kedok penipuan terungkap, penipuan yang lain dengan kemasan yang berbeda bermunculan. Dan yang lebih menakjubkan, korbannya berjimbun dengan nilai mencapai puluhan triliun rupiah. Penipuan berkedok investasi sepertinya tak pernah mati.
Lihat saja, setelah tawaran investasi di agrobisnis ataupun sistem koperasi yang lebih dulu berkembang dengan korban berjimbun mereda, kini kembali marak lagi tawaran investasi komoditas emas.
Modus operandi penipuan investasi ini sebenarnya hampir sama, yakni menawarkan imbalhasil yang tinggi, sehingga calon korbannya tergiur dan kemudian melupakan rasionalitas dalam investasi. Dana yang terkumpulpun pun sampai puluhan triliun. Sungguh dahsyat, meski sudah terulang berkali-kali terjadi, korbannya masih saja selalu banyak.
Yang teranyar, tawaran investasi emas dari Raihan Jewellery. Ini setelah nasabahnya melaporkan pengurus Raihan ke polisi lantaran bonus yang dijanjikan tak lagi menetes sejak Januari 2013. Selain itu, Raihan juga mangkir untuk membeli kembali emas dari investor.
Sejak beroperasi tahun 2010, Raihan Jewellery diperkirakan telah mengumpulkan dana masyarakat tak kurang dari Rp 13,2 triliun lewat penjualan 2,2 ton emas.
Belum lagi, dana yang dihimpun Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS). Nasabah GTIS yang menawarkan skema investasi emas syariah ini tengah resah setelah kabar santer mengatakan pendiri sekaligus Direktur Utama GTIS, Michael Ong, membawa kabur duit nasabah ke luar negeri.
Tak tanggung-tanggung, kabarnya dana nasabah yang dihimpun GTIS mencapai Rp 10 triliun. Keresahan nasabah mulai berdengung ketika mereka tidak bisa mencairkan invoice yang jatuh tempo sejak 25 Februari.
Namun, Dewan Penasehat dan Pengawas GTIS, Aziddin, membantah dana yang mereka kelola mencapai triliunan rupiah. “Dana nasabah miliaran rupiah, tidak sebesar yang dikabarkan,” katanya kepada Kontan.
Sebelumnya, Virgin Gold Mining Corporation (VGMC) juga “sukses” menggalang dana besar dari investor. Perusahaan yang mengklaim memiliki pertambangan emas di Afrika dan Amerika Latin ini memiliki sekitar 40.000 nasabah dengan dana sekitar Rp 500 miliar. VGMC telah dilaporkan nasabahnya ke OJK karena tidak lagi mendapatkan dividen yang dijanjikan.
Yang tak kalah menghebohkan lagi adalah kasus Koperasi Langit Biru (KLB). Jumlah kerugian dari koperasi yang memutar dana masyarakat di bisnis daging itu sebesar Rp 6 triliun.
Selain perizinan yang longgar, analis senior Harvest International Futures, Ibrahim, mengatakan bahwa minimnya pengetahuan masyarakat soal investasi juga menyuburkan praktik investasi semacam itu.
Banyak masyarakat yang tergiur oleh keuntungan yang besar, singkat, dan janji memberikan pemasukan tetap.
Sebagian besar modus penipuan berkedok investasi ini, kata Ibrahim, biasanya menggunakan komoditas yang ketika itu sedang menjadi favorit. Jika masyarakat cermat, maka komoditas yang bernilai tinggi sekalipun tidak akan selamanya berada di puncak.
Alfons Samosir, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka dan Komoditi (Bappebti), mengatakan, model investasi seperti GTIS dan Raihan Jewellery murni penipuan dan penggelapan. Cuma, Bappebti tak bisa berbuat banyak. “Kalau sudah penipuan itu masuk ranah kepolisian,” ujarnya
Satu kedok penipuan terungkap, penipuan yang lain dengan kemasan yang berbeda bermunculan. Dan yang lebih menakjubkan, korbannya berjimbun dengan nilai mencapai puluhan triliun rupiah. Penipuan berkedok investasi sepertinya tak pernah mati.
Lihat saja, setelah tawaran investasi di agrobisnis ataupun sistem koperasi yang lebih dulu berkembang dengan korban berjimbun mereda, kini kembali marak lagi tawaran investasi komoditas emas.
Modus operandi penipuan investasi ini sebenarnya hampir sama, yakni menawarkan imbalhasil yang tinggi, sehingga calon korbannya tergiur dan kemudian melupakan rasionalitas dalam investasi. Dana yang terkumpulpun pun sampai puluhan triliun. Sungguh dahsyat, meski sudah terulang berkali-kali terjadi, korbannya masih saja selalu banyak.
Yang teranyar, tawaran investasi emas dari Raihan Jewellery. Ini setelah nasabahnya melaporkan pengurus Raihan ke polisi lantaran bonus yang dijanjikan tak lagi menetes sejak Januari 2013. Selain itu, Raihan juga mangkir untuk membeli kembali emas dari investor.
Sejak beroperasi tahun 2010, Raihan Jewellery diperkirakan telah mengumpulkan dana masyarakat tak kurang dari Rp 13,2 triliun lewat penjualan 2,2 ton emas.
Belum lagi, dana yang dihimpun Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS). Nasabah GTIS yang menawarkan skema investasi emas syariah ini tengah resah setelah kabar santer mengatakan pendiri sekaligus Direktur Utama GTIS, Michael Ong, membawa kabur duit nasabah ke luar negeri.
Tak tanggung-tanggung, kabarnya dana nasabah yang dihimpun GTIS mencapai Rp 10 triliun. Keresahan nasabah mulai berdengung ketika mereka tidak bisa mencairkan invoice yang jatuh tempo sejak 25 Februari.
Namun, Dewan Penasehat dan Pengawas GTIS, Aziddin, membantah dana yang mereka kelola mencapai triliunan rupiah. “Dana nasabah miliaran rupiah, tidak sebesar yang dikabarkan,” katanya kepada Kontan.
Sebelumnya, Virgin Gold Mining Corporation (VGMC) juga “sukses” menggalang dana besar dari investor. Perusahaan yang mengklaim memiliki pertambangan emas di Afrika dan Amerika Latin ini memiliki sekitar 40.000 nasabah dengan dana sekitar Rp 500 miliar. VGMC telah dilaporkan nasabahnya ke OJK karena tidak lagi mendapatkan dividen yang dijanjikan.
Yang tak kalah menghebohkan lagi adalah kasus Koperasi Langit Biru (KLB). Jumlah kerugian dari koperasi yang memutar dana masyarakat di bisnis daging itu sebesar Rp 6 triliun.
Selain perizinan yang longgar, analis senior Harvest International Futures, Ibrahim, mengatakan bahwa minimnya pengetahuan masyarakat soal investasi juga menyuburkan praktik investasi semacam itu.
Banyak masyarakat yang tergiur oleh keuntungan yang besar, singkat, dan janji memberikan pemasukan tetap.
Sebagian besar modus penipuan berkedok investasi ini, kata Ibrahim, biasanya menggunakan komoditas yang ketika itu sedang menjadi favorit. Jika masyarakat cermat, maka komoditas yang bernilai tinggi sekalipun tidak akan selamanya berada di puncak.
Alfons Samosir, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka dan Komoditi (Bappebti), mengatakan, model investasi seperti GTIS dan Raihan Jewellery murni penipuan dan penggelapan. Cuma, Bappebti tak bisa berbuat banyak. “Kalau sudah penipuan itu masuk ranah kepolisian,” ujarnya
0 komentar:
Posting Komentar