PALU, – Lima oknum anggota Brimob yang menjadi tersangka kasus dugaan penganiayaan terhadap sejumlah warga di Kabupaten Poso pada akhir Desember 2012 lalu, menjalani penahanan di Markas Komando (Mako) Brimob Polda Sulteng.
Kelima oknum anggota Brimob itu, masing-masing Didit Nanang Pebrianto (28), I Nyoman Agus Cerawan (26), Heru Pribadi (26), Rian (24) dan I Nengah Suardana (27).
Sementara warga yang menjadi korban penganiayaan, yakni Syafruddin (50), guru di SMP Negeri 1 Kalora; Syamsul (40), penjual cokelat; Jufri (28), petani; Sukamto (32), pedagang serta Syamsudin (30), penjual mi ayam.
“Mereka ditahan sejak ditetapkan sebagai tersangka,” kata Kepala Subbid Penerangan Masyarakat Bidang Humas Polda Sulteng, Kompol Rostin Tumaloto, Jumat (15/3), di Palu.
Saat ini, tambahnya, baru berkas perkara yang dilimpahkan ke Kejaksaan (tahap I) untuk diteliti. Nanti setelah berkas dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan, dilakukan pelimpahan tersangka dan barang bukti.
Menurut Rostin sidang disiplin telah digelar, sanksinya bersifat administrasi seperti penundaan kenaikan pangkat atau tidak dapat mengikuti pendidikan dalam waktu tertentu.
Hanya saja, ia tidak menyebutkan apakah yang menjalani sidang disiplin hanya kelima tersangka atau ada anggota Polri lainnya. “Sidang disiplin digelar begitu ada kejadian. Jadi sidangnya dilakukan di Poso,” katanya.
Sementara sidang kode etik terhadap kelima tersangka, belum digelar. Sebab, sidang kode etik digelar setelah ada putusan pengadilan terkait pidana yang dilakukan para tersangka.
Ditanya soal tersangka lain dalam kasus tersebut, Rostin mengatakan tersangka hanya lima anggota Brimob itu. Sebab dari keterangan saksi-saksi, mereka yang terbukti melakukan tindakan penganiayaan. “Mereka dipersangkakan pasal yang sama, Pasal 351 Ayat (1) KUHP,” tutupnya.
Sementara itu, para korban salah tangkap dan penganiayaan oknum polisi juga terus memantau perkembangan proses hukum yang sementara berlangsung. Syafrudin, salah seorang korban mengaku menghargai proses hukum yang saat ini berjalan, bila benar pihak kepolisian beritikad baik untuk memberikan hukuman pada oknum pemukulan itu. “Namun bapak belum benar-benar merasakan keadilan sampai oknum pelaku tersebut ditetapkan sebagai terdakwa dan tidak ditutup-tutupi proses hukumnya,” kata Ary Fahri, anak Syafrudin kepada Mercusuar kemarin. (Mercusuar-AGK/DAR)
Kelima oknum anggota Brimob itu, masing-masing Didit Nanang Pebrianto (28), I Nyoman Agus Cerawan (26), Heru Pribadi (26), Rian (24) dan I Nengah Suardana (27).
Sementara warga yang menjadi korban penganiayaan, yakni Syafruddin (50), guru di SMP Negeri 1 Kalora; Syamsul (40), penjual cokelat; Jufri (28), petani; Sukamto (32), pedagang serta Syamsudin (30), penjual mi ayam.
“Mereka ditahan sejak ditetapkan sebagai tersangka,” kata Kepala Subbid Penerangan Masyarakat Bidang Humas Polda Sulteng, Kompol Rostin Tumaloto, Jumat (15/3), di Palu.
Saat ini, tambahnya, baru berkas perkara yang dilimpahkan ke Kejaksaan (tahap I) untuk diteliti. Nanti setelah berkas dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan, dilakukan pelimpahan tersangka dan barang bukti.
Menurut Rostin sidang disiplin telah digelar, sanksinya bersifat administrasi seperti penundaan kenaikan pangkat atau tidak dapat mengikuti pendidikan dalam waktu tertentu.
Hanya saja, ia tidak menyebutkan apakah yang menjalani sidang disiplin hanya kelima tersangka atau ada anggota Polri lainnya. “Sidang disiplin digelar begitu ada kejadian. Jadi sidangnya dilakukan di Poso,” katanya.
Sementara sidang kode etik terhadap kelima tersangka, belum digelar. Sebab, sidang kode etik digelar setelah ada putusan pengadilan terkait pidana yang dilakukan para tersangka.
Ditanya soal tersangka lain dalam kasus tersebut, Rostin mengatakan tersangka hanya lima anggota Brimob itu. Sebab dari keterangan saksi-saksi, mereka yang terbukti melakukan tindakan penganiayaan. “Mereka dipersangkakan pasal yang sama, Pasal 351 Ayat (1) KUHP,” tutupnya.
Sementara itu, para korban salah tangkap dan penganiayaan oknum polisi juga terus memantau perkembangan proses hukum yang sementara berlangsung. Syafrudin, salah seorang korban mengaku menghargai proses hukum yang saat ini berjalan, bila benar pihak kepolisian beritikad baik untuk memberikan hukuman pada oknum pemukulan itu. “Namun bapak belum benar-benar merasakan keadilan sampai oknum pelaku tersebut ditetapkan sebagai terdakwa dan tidak ditutup-tutupi proses hukumnya,” kata Ary Fahri, anak Syafrudin kepada Mercusuar kemarin. (Mercusuar-AGK/DAR)
0 komentar:
Posting Komentar