Berbagai partai politik yang tidak diloloskan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) bergabung ke beberapa Parpol peserta Pemilu 2014. Hal tersebut menjadikan adanya penyederhanaan partai dan terjadi merger antar Parpol.
Menurut pengamat politik Said Salahuddin, bila berkaca pada era reformasi, 1999 hanya 33,47% suara yang menjadi pemenang saat itu. Jadi, era reformasi tidak ada yang mendominasi. Partai kecil pun tetap dapat suara. Makanya, multi partai sangat cocok.
"Saya menyayangkan, karena ada keinginan penyederhanaan parpol secara sistematis. Kalau duitnya tidak ada, syarat-syarat itu dibuat seperti itu. Maka parpol yang kurang dari segalanya, tidak bisa ikut pemilu," kata Said Salahuddin dalam diskusi di Gedung Bawaslu, Jakarta, Jumat (15/3).
Kalau kemudian ada penyederhanaan partai secara sitematis. Itu terjadi karena keterpaksaan atas kondisi pemilu.
"Saya tidak yakin itu terjadi. Penggabungan parpol dilakukan oleh partai yang punya haluan sama, persoalan ideologi, dan platform pasti beda," ujarnya.
Menurutnya, penggabungan itu hanyalah kedok untuk bisa meraih sesuatu yang tidak bisa diraih saat di parpol yang lama.
Selain itu, mekanisme merger partai sudah diatur dalam undang-undang. Dia menuturkan jika ada parpol bergabung dengan parpol lain maka parpol yang lama harus dibubarkan terlebih dahulu.
"Ya logikanya kan seperti itu, jika satu partai bergabung harusnya benar-benar melebur dan partai lama harusnya dibubarkan saja," pungkasnya.[Merdeka.com]
Menurut pengamat politik Said Salahuddin, bila berkaca pada era reformasi, 1999 hanya 33,47% suara yang menjadi pemenang saat itu. Jadi, era reformasi tidak ada yang mendominasi. Partai kecil pun tetap dapat suara. Makanya, multi partai sangat cocok.
"Saya menyayangkan, karena ada keinginan penyederhanaan parpol secara sistematis. Kalau duitnya tidak ada, syarat-syarat itu dibuat seperti itu. Maka parpol yang kurang dari segalanya, tidak bisa ikut pemilu," kata Said Salahuddin dalam diskusi di Gedung Bawaslu, Jakarta, Jumat (15/3).
Kalau kemudian ada penyederhanaan partai secara sitematis. Itu terjadi karena keterpaksaan atas kondisi pemilu.
"Saya tidak yakin itu terjadi. Penggabungan parpol dilakukan oleh partai yang punya haluan sama, persoalan ideologi, dan platform pasti beda," ujarnya.
Menurutnya, penggabungan itu hanyalah kedok untuk bisa meraih sesuatu yang tidak bisa diraih saat di parpol yang lama.
Selain itu, mekanisme merger partai sudah diatur dalam undang-undang. Dia menuturkan jika ada parpol bergabung dengan parpol lain maka parpol yang lama harus dibubarkan terlebih dahulu.
"Ya logikanya kan seperti itu, jika satu partai bergabung harusnya benar-benar melebur dan partai lama harusnya dibubarkan saja," pungkasnya.[Merdeka.com]
0 komentar:
Posting Komentar