PALU– Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane mendesak Polri, Pemerintah, dan DPR memperketat kontrol terhadap Densus 88 Antiteror karena pasukan elit tersebut diindikasikan banyak melakukan kekerasan saat menjalankan tugasnya.
Neta S. Pane melalui siaran pers yang diterima mengatakan, selama ini, praktis tidak ada kontrol terhadap kinerja Densus 88 Antiteror. Di sisi lain, sikap paranoid sebagian masyarakat terhadap isu-isu terorisme seakan memberi legitimasi kepada Densus 88 Antiteror untuk berbuat apa saja.
“Situasi ini tidak boleh dibiarkan sebab siapa pun di negeri ini, termasuk Densus 88, tidak boleh bersikap semena-mena,” ujar Neta di Palu, Sabtu (2/3/2013).
Pernyataan Neta tersebut terkait dengan adanya bukti rekaman video berisi penganiayaan warga sipil yang diduga dilakukan oleh oknum anggota Densus 88 Antiteror yang diduga kuat dilakukan di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.
Bukti rekaman itu sudah diserahkan oleh sejumlah tokoh agama ke Polri di Jakarta, Kamis (28/2). IPW juga mendesak oknum tersebut harus dipecat dari Polri dan segera diadili karena melakukan tindak pidana penyiksaan.
Menurut dia, banyaknya keluhan terhadap sikap dan perilaku anggota Densus 88, ditambah makin surutnya isu-isu terorisme maka IPW menilai sudah saatnya Densus 88 Antiteror dibubarkan. ”Jika suatu saat ada isu teror cukup Brimob yang turun tangan,” katanya.
Terkait dengan laporan tokoh agama tentang kekerasan oleh oknum Densus 88, maka Polri, Pemerintah, legislatif, maupun Komnas HAM harus menyikapinya dengan serius.
Laporan tersebut, kata dia, merupakan bukti bahwa kekerasan yang dilakukan oleh Densus 88 mulai bermunculan dan merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Dan, apa yang dilaporkan tokoh agama ke Mabes Polri tersebut adalah sebuah wujud keresahan dari tokoh Islam yang harus disikapi secara serius agar ada pembenahan di manajemen Densus 88 Antiteror.
Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM Siane Indriani mengaku bahwa pihaknya akan mendalami kasus dugaan kekerasan yang dilakukan oleh oknum Densus 88 Antiteror terhadap warga sipil di Kabupaten Poso pada akhir 2012. “Kami akan segera menurunkan tim investigasi ke Poso,” katanya.
Siane juga mengaku bahwa pihaknya akan bertemu dengan Din Syamsuddin, salah satu tokoh yang menyerahkan rekaman itu, untuk membahas kasus tersebut. Komnas HAM juga berupaya mengetahui dan mendapatkan isi rekaman tersebut.
Data-data yang dikumpulkan nantinya akan digunakan untuk melengkapi fakta-fakta yang selama ini Komnas HAM dapatkan. (Antara/juanda)
Neta S. Pane melalui siaran pers yang diterima mengatakan, selama ini, praktis tidak ada kontrol terhadap kinerja Densus 88 Antiteror. Di sisi lain, sikap paranoid sebagian masyarakat terhadap isu-isu terorisme seakan memberi legitimasi kepada Densus 88 Antiteror untuk berbuat apa saja.
“Situasi ini tidak boleh dibiarkan sebab siapa pun di negeri ini, termasuk Densus 88, tidak boleh bersikap semena-mena,” ujar Neta di Palu, Sabtu (2/3/2013).
Pernyataan Neta tersebut terkait dengan adanya bukti rekaman video berisi penganiayaan warga sipil yang diduga dilakukan oleh oknum anggota Densus 88 Antiteror yang diduga kuat dilakukan di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.
Bukti rekaman itu sudah diserahkan oleh sejumlah tokoh agama ke Polri di Jakarta, Kamis (28/2). IPW juga mendesak oknum tersebut harus dipecat dari Polri dan segera diadili karena melakukan tindak pidana penyiksaan.
Menurut dia, banyaknya keluhan terhadap sikap dan perilaku anggota Densus 88, ditambah makin surutnya isu-isu terorisme maka IPW menilai sudah saatnya Densus 88 Antiteror dibubarkan. ”Jika suatu saat ada isu teror cukup Brimob yang turun tangan,” katanya.
Terkait dengan laporan tokoh agama tentang kekerasan oleh oknum Densus 88, maka Polri, Pemerintah, legislatif, maupun Komnas HAM harus menyikapinya dengan serius.
Laporan tersebut, kata dia, merupakan bukti bahwa kekerasan yang dilakukan oleh Densus 88 mulai bermunculan dan merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Dan, apa yang dilaporkan tokoh agama ke Mabes Polri tersebut adalah sebuah wujud keresahan dari tokoh Islam yang harus disikapi secara serius agar ada pembenahan di manajemen Densus 88 Antiteror.
Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM Siane Indriani mengaku bahwa pihaknya akan mendalami kasus dugaan kekerasan yang dilakukan oleh oknum Densus 88 Antiteror terhadap warga sipil di Kabupaten Poso pada akhir 2012. “Kami akan segera menurunkan tim investigasi ke Poso,” katanya.
Siane juga mengaku bahwa pihaknya akan bertemu dengan Din Syamsuddin, salah satu tokoh yang menyerahkan rekaman itu, untuk membahas kasus tersebut. Komnas HAM juga berupaya mengetahui dan mendapatkan isi rekaman tersebut.
Data-data yang dikumpulkan nantinya akan digunakan untuk melengkapi fakta-fakta yang selama ini Komnas HAM dapatkan. (Antara/juanda)
0 komentar:
Posting Komentar